
Makassar, – Praktik perjokian dalam Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) untuk Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT) di Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, berhasil dibongkar oleh aparat kepolisian. Sebuah sindikat terorganisir dilaporkan memasang tarif fantastis hingga Rp 200 juta kepada calon mahasiswa yang ingin lolos, khususnya ke Fakultas Kedokteran (FK) yang prestisius. Enam orang, termasuk seorang mahasiswi Fakultas Kedokteran Unhas dan seorang pegawai honorer kampus, telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang mencoreng integritas seleksi masuk perguruan tinggi negeri ini.
Pengungkapan kasus ini dilakukan oleh Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Makassar, yang dipimpin langsung oleh Kapolrestabes Makassar, Komisaris Besar Polisi Arya Perdana. Dalam rilis resmi pada hari Kamis, 8 Mei 2025, Kombes Arya Perdana memaparkan detail operasi sindikat canggih ini yang memanfaatkan teknologi untuk melancarkan aksinya.
“Kami berhasil mengungkap sindikat kecurangan dalam pelaksanaan UTBK SNBT di Unhas. Mereka menawarkan jasa perjokian dengan tarif yang sangat tinggi, mencapai Rp 200 juta, terutama bagi calon mahasiswa yang mengincar Fakultas Kedokteran,” ujar Kombes Arya Perdana kepada wartawan.
Menurut Kapolrestabes, sindikat ini bekerja secara sangat teratur dan rapi. “Makanya kami katakan sebuah sindikat, karena memang ini teratur sekali cara mainnya,” tuturnya. Sejauh ini, pihak kepolisian baru mendeteksi satu orang calon mahasiswa yang menggunakan jasa para pelaku untuk bisa diterima di Fakultas Kedokteran Unhas.
Profil Pelaku: Dari Mahasiswi Berprestasi hingga Pegawai Kampus
Ironisnya, di antara enam tersangka yang berhasil diringkus, terdapat nama-nama yang justru berasal dari lingkungan internal kampus. Para tersangka yang telah diamankan masing-masing berinisial CAI (19), AL (40), MYI (28), I (32), MS (29), dan ZR (36).
Sosok CAI (19) menjadi sorotan khusus. Ia tercatat sebagai mahasiswi aktif Fakultas Kedokteran Unhas angkatan 2024 dan dikenal memiliki Indeks Prestasi (IP) yang tinggi. Bahkan, informasi menyebutkan bahwa CAI pernah menorehkan prestasi sebagai juara satu dalam sebuah olimpiade sains. Keterlibatannya dalam sindikat ini tentu mengejutkan banyak pihak.
Selain CAI, tersangka MYI (28) diketahui merupakan seorang pegawai honorer yang bekerja di lingkungan Universitas Hasanuddin. Keterlibatan oknum internal kampus ini semakin memperlihatkan betapa terorganisirnya jaringan perjokian tersebut. Beberapa pelaku lainnya diketahui berprofesi sebagai guru les privat.
Modus Operandi Canggih: Retas Komputer Ujian dari Jarak Jauh
Sindikat ini tidak menggunakan metode perjokian konvensional. Mereka diduga kuat memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk membantu calon mahasiswa mengerjakan soal ujian. Berdasarkan penyelidikan awal, para joki ini meretas komputer yang digunakan peserta saat UTBK berlangsung. Soal-soal ujian kemudian dikerjakan oleh anggota sindikat dari luar lokasi ujian menggunakan aplikasi kendali jarak jauh (remote application).
“Modus operandi mereka adalah dengan meretas sistem komputer ujian. Jadi, peserta yang menggunakan jasa mereka seolah-olah mengerjakan ujian sendiri, padahal soalnya dikerjakan oleh tim joki dari tempat lain,” jelas Kombes Arya Perdana.
Ancaman Hukuman dan Respons Universitas Hasanuddin
Keenam pelaku yang telah ditetapkan sebagai tersangka kini harus menghadapi konsekuensi hukum yang berat. Mereka dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya Pasal 48 ayat 2 juncto Pasal 32 ayat 2 atau Pasal 46 ayat 1 dan 2 juncto Pasal 30 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008. Ancaman hukuman maksimal yang menanti para tersangka adalah 9 tahun penjara.
Pihak Universitas Hasanuddin pun telah memberikan respons tegas terkait kasus ini. Pejabat Unhas, Amir Ilyas, menyatakan bahwa pihak kampus akan menindak tegas mahasiswi dan pegawai honorer yang terlibat sesuai dengan aturan internal yang berlaku. Unhas juga menyerahkan sepenuhnya proses hukum para tersangka kepada pihak kepolisian.
“Kalau calon mahasiswanya (yang menggunakan jasa joki), kami serahkan ke polisi, apakah akan dipidana atau tidak,” ujar Amir Ilyas, mengindikasikan bahwa sanksi tidak hanya akan menimpa para penyedia jasa joki, tetapi juga para penggunanya.
Kasus ini menjadi pengingat keras akan pentingnya menjaga integritas dan kejujuran dalam proses seleksi masuk perguruan tinggi. Praktik perjokian tidak hanya mencederai rasa keadilan bagi peserta lain yang berjuang secara jujur, tetapi juga berpotensi menghasilkan lulusan yang tidak kompeten, terutama di bidang-bidang vital seperti kedokteran. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya juga pernah menyoroti bahwa praktik kecurangan dalam UTBK, seperti penggunaan kacamata atau behel berkamera, merupakan tindakan yang bersifat koruptif.